Sebuah dialog antara seorang murid
dan gurunya mengenai konsep nasib dan takdir yang ternyata sangat sederhana.
Murid : “Guru, apa bedanya nasib dan
takdir?”
Guru : “Saat kau berjalan dari
tempatmu sekarang duduk hingga keluar dari pintu itu adalah nasibmu. Sedangkan
saat kamu sedang menjalani nasibmu kemudian ditimpa meteor adalah takdir. Namun
ternyata setelah tertimpa meteor kamu masih hidup dan punya kemampuan
telekinetik adalah takdir dan sudah menjadi nasibmu untuk meneruskan hidupmu
dengan memanfaatkan anugerah itu.”
Murid : “Berarti ada hubungan
sebab-akibat antara nasib dan takdir?”
Guru : “Tentu saja, jika kamu
menjalani nasibmu dengan menanam bibit pohon jeruk hingga kelak memanen buah
jeruk adalah takdirmu.”
Guru : “Saat kamu menjalani nasibmu
dengan memelihara tanaman jerukmu dengan baik dan ternyata diserang hama adalah
takdirmu. Namun sudah menjadi nasibmu untuk membasmi hama itu dan menerima
takdirmu berupa panen buah jeruk yang ternyata asam hingga menjadi nasibmu
berusaha mengganti bibit jerukmu dan pupuknya hingga kelak engkau ditakdirkan
memanen jeruk yang manis dan lebat.”
Murid : “Lantas masih perlukah kita
merencanakan hidup kita?”
Guru : “Sehebat apapun rencana
hidupmu dibuat, pada akhirnya kita hanya hidup untuk saat ini karena masa lalu
sudah lewat dan masa depan masih belum tentu.”
Murid : “Tapi bukankah tanpa rencana
berarti hidup tanpa tujuan?”
Guru : “Tujuan hidup kita adalah
menjalani takdir dan mengubah nasib.”
Murid : “Bukankah mengubah nasib harus
direncanakan?”
Guru : “Ya, karena saat kita mengubah
nasib akan membedakan takdir yang akan ditempuh hingga akhirnya kembali lagi
berputar kepada usaha kita merekayasa nasib masing-masing.”
Guru : “Yang pasti, lakukan yang terbaik dan paling besar manfaatnya
bagi lingkunganmu dengan intensitas serta kapasitas yang makin meningkat setiap
saat.”
Murid : “Mengapa bukan melakukan apa yang membuat kita menjadi bahagia
saat melakukannya?”
Guru : “Menjalani nasibmu dengan
bersyukur akan menjadikanmu mendapatkan takdir yang membahagiakan, tidak hanya
bagi dirimu sendiri tetapi juga orang banyak.”
Murid : “Guru, apa bedanya nasib dan takdir?”
Guru : “Saat kau berjalan dari tempatmu sekarang duduk hingga keluar dari pintu itu adalah nasibmu. Sedangkan saat kamu sedang menjalani nasibmu kemudian ditimpa meteor adalah takdir. Namun ternyata setelah tertimpa meteor kamu masih hidup dan punya kemampuan telekinetik adalah takdir dan sudah menjadi nasibmu untuk meneruskan hidupmu dengan memanfaatkan anugerah itu.”
Guru : “Tentu saja, jika kamu menjalani nasibmu dengan menanam bibit pohon jeruk hingga kelak memanen buah jeruk adalah takdirmu.”
Guru : “Saat kamu menjalani nasibmu dengan memelihara tanaman jerukmu dengan baik dan ternyata diserang hama adalah takdirmu. Namun sudah menjadi nasibmu untuk membasmi hama itu dan menerima takdirmu berupa panen buah jeruk yang ternyata asam hingga menjadi nasibmu berusaha mengganti bibit jerukmu dan pupuknya hingga kelak engkau ditakdirkan memanen jeruk yang manis dan lebat.”
Murid : “Lantas masih perlukah kita merencanakan hidup kita?”
Guru : “Sehebat apapun rencana hidupmu dibuat, pada akhirnya kita hanya hidup untuk saat ini karena masa lalu sudah lewat dan masa depan masih belum tentu.”
Murid : “Tapi bukankah tanpa rencana berarti hidup tanpa tujuan?”
Guru : “Tujuan hidup kita adalah menjalani takdir dan mengubah nasib.”
Murid : “Bukankah mengubah nasib harus direncanakan?”
Guru : “Ya, karena saat kita mengubah nasib akan membedakan takdir yang akan ditempuh hingga akhirnya kembali lagi berputar kepada usaha kita merekayasa nasib masing-masing.”
Guru : “Menjalani nasibmu dengan bersyukur akan menjadikanmu mendapatkan takdir yang membahagiakan, tidak hanya bagi dirimu sendiri tetapi juga orang banyak.”
0 Komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah yang sopan.
Dilarang berkomentar berbau Spam, SARA, Promosi, atau hal hal negatif lainnya.